Kasus Penyerobotan Lahan Mandek, Petani Kalteng Gedor Kejagung
Jakarta, – GlobalNasionalNews.com-Aroma ketidakadilan kembali menyeruak dari pedalaman Kalimantan Tengah. Kelompok Tani (Poktan) Tetesan Permata di Desa Bareng Balawan, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas, menuding PT Agrolestari Sentosa (ALS) melakukan aksi penyerobotan lahan yang telah mereka kelola turun-temurun.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah dengan dasar Pasal 167 ayat (1) KUHP jo Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Namun, laporan yang diajukan lebih dari lima bulan lalu justru terkesan jalan di tempat, tanpa tindak lanjut berarti.
Tak tahan dengan situasi itu, para petani akhirnya membawa kekecewaan mereka ke ibu kota. Pada Rabu (10/9/2025), rombongan petani mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung RI) untuk menggedor pintu keadilan.
> “Kami sudah berteriak di Kalimantan Tengah, tapi suara kami seperti hilang ditelan bumi. Apakah hukum hanya tajam di Jakarta, sementara di Kalimantan Tengah tumpul dan berpihak pada pemilik modal?”
– Frenky, Sekretaris Poktan Tetesan Permata
Menurut Frenky, seluruh berkas dan bukti telah diserahkan ke Kejati, tetapi hingga kini tidak ada perkembangan berarti.
> “Kami merasa dipermainkan. Seolah-olah kami hanya disuruh melapor, tapi tidak ada tindakan nyata,” tegasnya.
Di Kejagung, rombongan petani diterima oleh tim Pusat Pemulihan Aset dan Penanganan Perkara Hukum (PKH). Namun, sambutan di ibu kota tidak serta-merta menghapus rasa kecewa.
> “Kami berharap Kejagung tidak hanya memberikan janji manis, tapi benar-benar membuktikan bahwa hukum masih berpihak pada rakyat kecil,” ujar Amin, anggota kelompok tani lainnya.
Para petani menduga adanya praktik kongkalikong antara oknum aparat penegak hukum di daerah dengan perusahaan sawit.
> “Fakta bahwa laporan kami diabaikan selama berbulan-bulan membuat kami curiga ada sesuatu yang tidak beres,” kata Frenky.
Mereka mendesak Kejagung untuk mengusut tuntas kasus ini, tidak hanya soal dugaan penyerobotan lahan dan pelanggaran lingkungan, tetapi juga kemungkinan keterlibatan oknum aparat yang diduga melindungi kepentingan korporasi.
Para petani menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerah. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
> “Kami datang ke Jakarta bukan untuk meminta belas kasihan, tapi untuk menuntut keadilan. Kami berharap Kejagung segera bertindak cepat dan membuktikan bahwa hukum masih punya taring di Kalimantan Tengah,” tutup Frenky.
Komentar Ahli: Hukum Jangan Tumpul ke Atas
Pakar hukum agraria dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Fadillah, SH., MH., menilai kasus ini bisa menjadi preseden buruk jika dibiarkan berlarut-larut.
> “Pasal 167 KUHP jelas melarang memasuki lahan orang lain tanpa izin yang sah. Jika benar ada indikasi penyerobotan oleh korporasi, maka penegakan hukumnya harus segera dilakukan. Mandeknya laporan di tingkat daerah menimbulkan kecurigaan adanya intervensi atau keberpihakan pada pihak tertentu,” ujarnya.
Ia menambahkan, Kejagung perlu memastikan hukum ditegakkan tanpa diskriminasi.
> “Hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Petani adalah warga negara yang harus mendapatkan perlindungan sama di hadapan hukum,” tegas Andi.
Hingga berita ini diturunkan, Kejari Gunung Mas belum memberikan tanggapan atas konfirmasi media. Hal yang sama juga terjadi pada pihak PT Agrolestari Sentosa (ALS) serta sejumlah pejabat terkait di daerah.
Kini, sorotan publik tertuju pada Kejagung. Apakah lembaga ini mampu menjawab jeritan para petani dari Kalimantan Tengah, dan membuktikan bahwa hukum berlaku adil, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di seluruh pelosok negeri?
Jakarta, – GlobalNasionalNews.com-Aroma ketidakadilan kembali menyeruak dari pedalaman Kalimantan Tengah. Kelompok Tani (Poktan) Tetesan Permata di Desa Bareng Balawan, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas, menuding PT Agrolestari Sentosa (ALS) melakukan aksi penyerobotan lahan yang telah mereka kelola turun-temurun.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah dengan dasar Pasal 167 ayat (1) KUHP jo Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Namun, laporan yang diajukan lebih dari lima bulan lalu justru terkesan jalan di tempat, tanpa tindak lanjut berarti.
Tak tahan dengan situasi itu, para petani akhirnya membawa kekecewaan mereka ke ibu kota. Pada Rabu (10/9/2025), rombongan petani mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung RI) untuk menggedor pintu keadilan.
> “Kami sudah berteriak di Kalimantan Tengah, tapi suara kami seperti hilang ditelan bumi. Apakah hukum hanya tajam di Jakarta, sementara di Kalimantan Tengah tumpul dan berpihak pada pemilik modal?”
– Frenky, Sekretaris Poktan Tetesan Permata
Menurut Frenky, seluruh berkas dan bukti telah diserahkan ke Kejati, tetapi hingga kini tidak ada perkembangan berarti.
> “Kami merasa dipermainkan. Seolah-olah kami hanya disuruh melapor, tapi tidak ada tindakan nyata,” tegasnya.
Di Kejagung, rombongan petani diterima oleh tim Pusat Pemulihan Aset dan Penanganan Perkara Hukum (PKH). Namun, sambutan di ibu kota tidak serta-merta menghapus rasa kecewa.
> “Kami berharap Kejagung tidak hanya memberikan janji manis, tapi benar-benar membuktikan bahwa hukum masih berpihak pada rakyat kecil,” ujar Amin, anggota kelompok tani lainnya.
Para petani menduga adanya praktik kongkalikong antara oknum aparat penegak hukum di daerah dengan perusahaan sawit.
> “Fakta bahwa laporan kami diabaikan selama berbulan-bulan membuat kami curiga ada sesuatu yang tidak beres,” kata Frenky.
Mereka mendesak Kejagung untuk mengusut tuntas kasus ini, tidak hanya soal dugaan penyerobotan lahan dan pelanggaran lingkungan, tetapi juga kemungkinan keterlibatan oknum aparat yang diduga melindungi kepentingan korporasi.
Para petani menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerah. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
> “Kami datang ke Jakarta bukan untuk meminta belas kasihan, tapi untuk menuntut keadilan. Kami berharap Kejagung segera bertindak cepat dan membuktikan bahwa hukum masih punya taring di Kalimantan Tengah,” tutup Frenky.
Komentar Ahli: Hukum Jangan Tumpul ke Atas
Pakar hukum agraria dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Fadillah, SH., MH., menilai kasus ini bisa menjadi preseden buruk jika dibiarkan berlarut-larut.
> “Pasal 167 KUHP jelas melarang memasuki lahan orang lain tanpa izin yang sah. Jika benar ada indikasi penyerobotan oleh korporasi, maka penegakan hukumnya harus segera dilakukan. Mandeknya laporan di tingkat daerah menimbulkan kecurigaan adanya intervensi atau keberpihakan pada pihak tertentu,” ujarnya.
Ia menambahkan, Kejagung perlu memastikan hukum ditegakkan tanpa diskriminasi.
> “Hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Petani adalah warga negara yang harus mendapatkan perlindungan sama di hadapan hukum,” tegas Andi.
Hingga berita ini diturunkan, Kejari Gunung Mas belum memberikan tanggapan atas konfirmasi media. Hal yang sama juga terjadi pada pihak PT Agrolestari Sentosa (ALS) serta sejumlah pejabat terkait di daerah.
Kini, sorotan publik tertuju pada Kejagung. Apakah lembaga ini mampu menjawab jeritan para petani dari Kalimantan Tengah, dan membuktikan bahwa hukum berlaku adil, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di seluruh pelosok negeri?
( Basuki wijaya )